Selasa, 27 September 2016

Kisah Wanita Mempersembahkan Suami dan Anaknya Menjadi Syuhada

(Izzahmuslim.com) – Abu Qudamah al-Syami adalah seorang laki-laki yg Allah tanamkan kecintaan kepada jihad di jalan-Nya. Beberapa peperangan melawan Romawi telah ia ikuti. Keberanian dan kemahirannya dalam berperang tidaklah diragukan lagi.

Pada suatu hari Abu Qudamah duduk di masjid Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam menceritakan sebagian kisah perangnya. Orang-orang yg duduk di majelisnya memintanya untuk menceritakan kisah paling menakjubkan yg pernah ia jumpai di medan jihad. Kemudian mulailah ia menceritakan kisah paling menyentuh dan menakjubkan yg pernah ia temui.
Sumber : https://stocksnap.io/photo/5K5OI525IS

Pada suatu hari saat ia berangkat berjihad menghadapi tentara Romawi, ia melewati kota Raqqah di pinggiran sungai Farrat. Tujuannya ke sana untuk membeli beberapa ekor unta untuk berjihad.

Saat berada di Raqqah, ada seorang wanita mendatanginya. Wanita tadi mengabarkan, ia ingin bershadaqah dengan rambutnya untuk jihad fi sabilillah. Ia telah memotong rambutnya yg panjang, lalu ia keraskan dengan lumpur. Ia meminta Abu Qudamah untuk menerima rambutnya tersebut untuk digunakan sebagai cemeti dan tali kendali kuda para mujahid.

Wanita tadi memberitahukan, suaminya telah berjihad dan menemui kesyahidan. Anak nya juga demikian, mereka berjihad dan telah menemui kesyahidan. Tidak tersisa dari anak laki-laki nya kecuali seorang remaja yg baru berumur 15 tahun. Walau umurnya masih kecil tapi ia rajin puasa dan shalat malam, hafal Al-Qur'an, ahli berkuda dan pandai berperang. Anak tersebut adalah remaja paling tampan dan paling shalih di antara anak remaja seumurannya.

Abu Qudamah menunggu kedatangan remaja tadi cukup lama, namun tak kunjung tiba. Lalu ia dan pasukannya meninggalkan kota Raqqah untuk berjihad melawan pasukan Romawi. Perjalanan tersebut memakan waktu berhari-hari. Di tengah perjalanan tersebut, pasukan bertemu dengan remaja yg diceritakan wanita tadi. Remaja mujahid tersebut berada di atas kudanya. Ia berbincang dengan Abu Qudamah. Mengenalkan diri, ia anak wanita yg telah ditemuinya. Ayah dan saudara-saudara nya telah lebih dulu berjumpa dengan Allah sebagai syuhada'. Ia sangat ingin mendapatkan kesyahidan sebagaimana mereka.

Sebenarnya Abu Qudamah ingin menolak anak tersebut karena usianya yg masih belia. Ia khawatir akan keselamatannya. Tapi anak tadi terus mendesak agar bisa ikut berjihad dengannya. Ia mengaku memahami trik perang Romawi dan pandai memanah, hafal Al-Qur'an, memahami sunnah Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam. Ia menyampaikan ingin menjadi seorang syahid putra dari bapak yg syahid (Syahid bin Syahid).

Sang remaja mengabarkan kepada Abu Qudamah bahwa ibunya menitipkan dirinya kepadanya. Sang bunda memintanya agar bersungguh-sungguh mencari kesyahidan. Tidak boleh lari menghindar dari orang kafir dan kabur dari medan perang. Hendaknya ia menghibahkan dirinya kepada Allah dan memohon kepada-Nya supaya bisa berdampingan dengan ayahnya, saudara-saudara dan pamannya.
Abu Qudamah terenyuh dengan apa yang didengarnya. Ia meminta kepada sang anak untuk selalu bersamanya. Posisi pasukan mujahidin sudah mendekati pasukan Romawi saat matahari tenggelam. Saat itu pasukan mujahidin sedang berpuasa. Maka anak remaja yg pandai berkuda itu memasakkan makanan berbuka untuk mereka.

Setelah semua usai maka anak remaja tadi tidur sangat nyenyak. Abu Qudamah memandanginya. Tiba-tiba anak tersebut tertawa di tengah tidurnya. Abu Qudamah pun memanggil sehabat nya untuk melihat anak yg tertidur sambil tertawa tadi karena terheran dengan pemandangan tersebut.

Saat anak remaja terbangun, Abu Qudamah dan para sahabatnya menanyakan perihal sebab tertawanya saat tidur. Ia memberitahu mereka, ia telah bermimpi dalam tidurnya sehingga membuatnya tertawa. Ia menceritakan, telah bermimpi berada di taman yang hijau. Di tengah²nya terdapat istana dari emas dan perak. Di dalam istana tersebut terdapat gadis-gadis cantik yg wajah mereka laksana bulan. Saat mereka melihatnya, mereka menghampirinya untuk menyambutnya.

Lalu ia mengulurkan tangannya kepada salah seorang dari mereka. Namun mereka berkata kepadanya, "Jangan terburu-buru. Sesungguhnya kamu itu suami bagi wanita yang diridhai, ia berada di dalam istana." Kemudian ia naik ke dalam istana, ia melihat gadis yg wajahnya laksana matahari. Kecantikannya membuat mata terbelalak dan kesemsem padanya. Gadis itu memberitahu, remaja itu untuk dirinya dan dirinya untuk remaja tersebut. Saat remaja tadi mengulurkan tangannya kepadanya, ia berkata padanya: "Jangan buru-buru. Waktu yang dijanjikan antara aku dan engkau adalah besok saat shalat Zuhur. Maka bergembiralah!"

Keesokan harinya, di pagi buta pasukan mujahidin bertemu dengan pasukan Romawi. Peperangan pun pecah. Romawi menggempur pasukan mujahidin. Remaja penunggang kuda bersama saudara nya dari kalangan mujahidin memberikan perlawanan yang tak kalah kuatnya. Khususnya remaja tersebut, ia berperang dengan penuh keberanian sampai berhasil membunuh cukup banyak dari pasukan lawan.

Peperangan berlangsung cukup lama. Jatuh korban dari dua pihak. Namun, peperangan berakhir dengan kemenangan kaum muslimin. Abu Qadamah mulai mencari keberadaan remaja penunggang kuda. Saat ditemukan ia dalam kondisi terluka. Darah mengucur dari badannya. Sementara debu menutupi tubuhnya. Saat menghampirinya, sang remaja menuturkan bahwa mimpinya benar-benar terbukti. Seorang bidadari yang ia lihat dalam mimpinya berdiri di sisi kepalanya menunggu ruhnya keluar.

Remaja tersebut meminta Abu Qudamah agar membawa bajunya yg berlumuran darah kepada ibunya. Supaya beliau tahu bahwa anaknya tidak menyia²kan wasiatnya. Lalu ia mengucapkan dua kalimat syahadat dan ruhnya keluar. Ia berjumpa dengan Allah sebagai syahid. Para mujahidin mengafaninya dengan bajunya, lalu menguburkannya di tempatnya.

Abu Qudamah kembali ke Raqqah. Ia lewat di depan rumah wanita, ibu remaja syahid. Ia berjumpa dengan adik wanitanya yg berdiri di depan pintu rumahnya menanyakan kepada mujahidin yg baru datang tentang kabar saudaranya yang ikut berjihad. Kemudian Abu Qudamah minta izin untuk bisa berbicara dengan ibunya.

Sang ibu keluar. Saat melihat Abu Qudamah, ia berkata kepadanya: "Wahai Abu Qudamah, engkau datang untuk berbela sungkawa atau menyampaikan kabar gembira?"
Abu Qudamah menjawab, "Apa beda antara kabar gembira dan bela sungkawa?"
Wanita tersebut menjawab, "Jika anakku pulang bersama kalian dalam keadaan selamat berarti engkau sedang berbela sungkawa. Jika anakku terbunuh sebagai syahid fi sabilillah berarti engkau datang memberi kabar gembira."
Abu Qudamah berkata kepadanya, "Bergembiralah, sesungguhnya Allah telah menerima hadiahmu, anakmu telah berjumpa dengan Allah sebagai syahid."
Sang ibu sangat gembira dan berkata, "Al-Hamdulillah, segala puji bagi Allah Yang telah menjadikannya sebagai simpanan bagiku pada hari kiamat."

Wallahu Ta'ala A'lam.

Kisah antara Abu Qudamah dengan wanita yang jujur imannya dan sangat sabar ini terdapat dalam Kitab Masyari' al-Asywaq, Syaikh Ahmad bin Ibrahim bin al-Nuhhasal-Dimasyqi al-Dimyathi, gugur sebagai syahid pada tahun: 814 Hijriyah: I/258-290. Kisah ini juga disebutkan Imam Ahmad bin al-Jauzi al-Dimasyqi dalam kitabnya: Suuq al-'Arusy wa Uns al-Nufus.
Read more

Muslim Harus Percaya Bahwa Takdir Allah yang Baik & Buruk Itu Baik Untuk Manusia

(Izzahmuslim.com) – Pembaca situs media online Izzahmuslim.com rahimakumullah, Allah Subhanahu Wa Ta’ala telah menentukan segala perkara untuk makhluk-Nya, khususnya manusia sesuai dengan ilmu-Nya yang terdahulu (azali) dan ditentukan oleh hikmah-Nya.

Sesungguhnya tidak ada sesuatupun yang terjadi didunia ini melainkan atas kehendak-Nya dan tidak ada sesuatupun yang keluar dari kehendak-Nya. Maka, semua yang terjadi dalam kehidupan seorang hamba adalah berasal dari ilmu, kekuasaan dan kehendak Allah, namun tidak terlepas dari kehendak dan usaha dari seorang hamba-Nya.
Sumber : https://stocksnap.io/photo/P9S6G695H5

Banyak diantara kaum Muslimin mengenal rukun iman tanpa mengetahui makna dan hikmah yang terkandung didalam keenam rukun iman tersebut. Salah satunya adalah iman kepada takdir Allah. Tidak semua orang yang mengenal iman kepada takdir, mengetahui hikmah dibalik beriman kepada takdir dan bagaimana mengimani takdir. Untuk itu, seorang Muslim harus mengetahui tentang hakikat iman kepada takdir Allah yang baik dan yang buruk.

Pembaca situs media online Izzahmuslim.com rahimakumullah, takdir (qadar) adalah perkara yang telah diketahui dan ditentukan oleh Allah Ta’ala dan telah dituliskan oleh al-qalam (pena) dari segala sesuatu yang akan terjadi hingga akhir zaman. (Terjemahan Al Wajiiz fii ‘Aqidatis Salafish Shalih Ahlis Sunnah wal Jama’ah, hal. 95)

Allah Subhanahu Wa Ta’ala juga telah menentukan segala perkara untuk semua makhluk-Nya, khususnya makhluq yang paling sempurna, yakni manusia sesuai dengan ilmu Allah Ta’ala yang terdahulu (azali) dan ditentukan oleh hikmah-Nya.

Sesungguhnya tidak ada sesuatupun yang terjadi didunia ini melainkan atas kehendak-Nya dan tidak ada sesuatupun yang keluar dari kehendak-Nya. Untuk itu, bila Allah mentakdirkan hal baik bagi dirinya, itu adalah sebuah ujian kenikmatan, apakah ia akan bersyukur atau kufur. Sedangkan jika Allah takdirkan suatu hal yang buruk, maka hal itu adalah sebuah ujian agar hamba tersebut bisa menjadi manusia yang lebih baik lagi dan mengingatkan akan maksiat yang sudah dilakukannya agar ia tinggalkan dengan segera. Allah Ta’ala berfirman,

إنا كل شىء خلقنه بقدر

“Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran.” (QS. Al-Qamar 54 : 49)

وخلق كـل شىء فقدره, تقديرا

“Dan Dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya.” (QS. Al-Furqan 25 : 2)

وإن من شىء إلا عنده بمقدار

“Dan tidak ada sesuatupun melainkan pada sisi Kami-lah khazanahnya, dan Kami tidak menurunkannya melainkan dengan ukuran tertentu.” (QS. Al-Hijr 15 : 21)

Mengimani takdir baik dan takdir buruk, merupakan salah satu rukun iman dan prinsip ‘aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Tidak akan sempurna keimanan seseorang sehingga dia beriman kepada takdir, yaitu dia mengikrarkan dan meyakini dengan keyakinan yang dalam bahwa segala sesuatu berlaku atas ketentuan (qadha’) dan takdir (qadar) Allah, dan keduanya merupakan perkara yang baik bagi manusia. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لا يؤمن عبد حتى يؤمن بالقدر خبره وشره حتى بعلم أن ما أصابه لم يكن ليخطئه وأن ما أخطأه لم يكن ليصيبه

“Tidak beriman salah seorang dari kalian hingga dia beriman kepada qadar baik dan buruknya dari Allah, dan hingga yakin bahwa apa yang menimpanya tidak akan luput darinya, serta apa yang luput darinya tidak akan menimpanya.” (Shahih, riwayat Tirmidzi dalam Sunan-nya (IV/451) dari Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu, dan diriwayatkan pula oleh Imam Ahmad dalam Musnad-nya (no. 6985) dari ‘Abdullah bin ‘Amr. Syaikh Ahmad Syakir berkata: ‘Sanad hadits ini shahih.’ Lihat juga Silsilah al-Ahaadits ash-Shahihah (no. 2439), karya Syaikh Albani rahimahullah)

Malaikat Jibril ‘alaihissalam pernah bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengenai iman, maka beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,

الإيمان أن تؤ من با لله وملا ئكته وكتبه ورسله واليوم الا خر وتؤ من بالقدرخيره وشره

“Engkau beriman kepada Allah, Malaikat-Malaikat-Nya, Kitab-Kitab-Nya, Rasul-Rasul-Nya, hari akhir serta qadha’ dan qadar, yang baik maupun yang buruk.” (Shahih, riwayat Muslim dalam Shahih-nya di kitab al-Iman wal Islam wal Ihsan (VIII/1, IX/5))

Dan sahabat ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma juga pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

كل شيء بقدر حتى العجز والكيسز

“Segala sesuatu telah ditakdirkan, sampai-sampai kelemahan dan kepintaran.” (Shahih, riwayat Muslim dalam Shahih-nya (IV/2045), Tirmidzi dalam Sunan-nya (IV/452), Ibnu Majah dalam Sunan-nya (I/32), dan al-Hakim dalam al-Mustadrak, I/23)

Pembaca situs media online Izzahmuslim.com rahimakumullah, untuk itu jika sesuatu ditakdir menjadi milik kita dengan berbekal usaha yang cuma sedikit, maka sudah mampu untuk diraih dengan mudah. Namun, jika sesuatu itu bukanlah ditakdirkan menjadi milik kita, perancangan paling besar yang kita lakukan pun tidak mampu menandingi takdir Ilahi, sudah pasti kita tidak akan bisa memilikinya.

Namun yang perlu dicatat dan di ingat adalah, dalam meraih segala sesuatu hendaknya seorang  hamba meraihnya berdasarkan ketentuan syariat yang sudah Allah tetapkan dan jangan sampai melanggar syariat-Nya. Sebab segala yang ada di dunia ini adalah milik Allah. Dan apa yang Allah Karuniakan kepada kita, itulah rezeki kita dari-Nya, maka bersyukurlah.

Jangan bersedih dengan apa yang saat ini bukan menjadi milik kita. Allah tidak mengizinkannya karena Allah lebih tahu bahwa kita berhak memiliki yang lain. Dalam hal ini, Allah sedang menilai kesabaran kita dan jika kita bersabar tentunya ada anugerah dari-Nya buat kita. Namun jika kita melanggar syariat-Nya dan lebih mengedepankan naafsu syahwat yang ada pada diri kita, maka murka dan azab Allah sudah pasti menanti kita.

Terkadang, cinta yang menghinggapi hati manusia juga suatu ujian. Dihadirkannya perasaan cinta itu adalah bentuk ujian apakah kita betul-betul mau mengikuti syariat-Nya, atau justru melakukan maksiat dengan melanggar syariat-Nya. Percayalah bahwa jika sesuatu yang ditakdirkan itu betul-betul untuk kita, sesulit apa pun, dia akan kembali kepada kita, dan begitu juga sebaliknya. Maka yang Allah nilai dan lihat dalam setiap amalan dan usaha kita adalah sejauh mana ketundukan kita terhadap mengikuti syariat-Nya.

Untuk itu, kita selalu diperintahkan oleh Allah agar selalu bertawakal dalam setiap amal usaha yang kita lakukan. Dan usaha serta amalan itu haruslah yang betul-betul sesuai perintah Allah dan Rasulullah contohkan. Sedangkan soal hasil, kita serahkan kepada Allah. Allah berfirman,

قُل لَّن يُصِيبَنَآ إِلَّا مَا كَتَبَ ٱللَّهُ لَنَا هُوَ مَوْلَىٰنَا ۚ وَعَلَى ٱللَّهِ فَلْيَتَوَكَّلِ ٱلْمُؤْمِنُونَ ﴿٥١﴾

“Katakanlah (Muhammad), “Tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan Allah bagi kami. Dialah pelindung kami, dan hanya kepada Allah bertawakallah orang-orang yang beriman.” (QS. At-Taubah 9 : 51)

Jadi, seorang Muslim harus percaya dan yakin bahwa takdir Allah yang baik dan buruk itu adalah semuanya baik untuk manusia dan akan indah diujung kehidupan ini, terlebih akan berbuah manis diakhirat nanti. Isnya Allah.. Wallahu a’lam..

Oleh: Ustadz Abu Raihan
Read more

Rabu, 07 September 2016

3 Amalan Unggulan Menghadapi Fitnah Akhir Zaman

(Izzahmuslim.com) – Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam (SAW) adalah rasul yang diutus oleh Allah sebagai rasul akhir zaman. Karenanya beliau adalah penutup seluruh para anbiya’ wal mursalin. Dan barang tentu, umat ini adalah umat akhir zaman dikarenakan beliau SAW diutus sebagai rasul yang terakhir.
Sumber : https://stocksnap.io/photo/TPTJIV7I22

مَا كَانَ مُحَمَّدٌ أَبَا أَحَدٍ مِنْ رِجَالِكُمْ وَلَٰكِنْ رَسُولَ اللَّهِ وَخَاتَمَ النَّبِيِّينَ

“Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup Nabi-Nabi…”. (QS. Al-Ahzab 33 : 40)

بُعِثْتُ أَنَا وَالسَّاعَةُ كَهَاتَيْنِ، وَيُشِيرُ بِإِصْبَعَيْهِ فَيَمُدُّ هُمَا.

“Jarak diutusnya aku dan hari Kiamat seperti dua (jari) ini.” Beliau memberikan isyarat dengan kedua jarinya (jari telunjuk dan jari tengah), lalu merenggangkannya”. (HR. Bukhari)

 بعثت بين يدي الساعة بالسيف

“Aku diutus diakhir zaman(menjelang hari kiamat)dengan pedang”. (HR. Muslim)

بُعِثْتُ فيِ نَسْمِ السَّاعَةِ.

“Aku diutus pada awal hembusan angin Kiamat (awal tanda-tanda Kiamat)”. (HR. Al-Hakim)

Sedangkan sesuatu yang akhir, biasanya identik dengan sesuatu yang paling buruk atau paling baik. Begitulah gambaran umat akhir zaman ini. Mereka diutus dengan rasul terbaik yaitu Rasulullah SAW, maka diantara mereka ada yang menjadi sebaik-baik umat, dan ada pula yang sebaliknya yakni menjadi umat yang paling buruk sepanjang masa.

Tentunya menjadi sebaik-baik umat dari seluruh umat tidak datang dengan instan dan begitu saja. Akan tetapi hal itu didahului dengan proses keteguhan dan kesabaran iman. Yaa, keteguhan untuk mengamalkan dan memperjuangkan syari’at Allah serta kesabaran terhadap ujian dan kesulitan didalamnya.

Begitu juga halnya menjadi seburuk-buruk umat, tentunya tidak menimpa suatu kaum begitu saja, melainkan melaluai proses keterpurukan dan penyepelean terhadap sesuatu yang cukup panjang. Yaa, keterpurukan karena dengan mudahnya meninggalkan syari’at Islam dan penyepelean karena hilangnya kemauan untuk kembali kepada syari’at Islam.

Sungguh umat akhir zaman ini memiliki hal khusus yang kadang tidak dimiliki pada umat-umat sebelumnya. Hal itulah yang menjadikan umat ini menjadi umat unggulan meskipun di akhir zaman, hal itu pulalah yang mampu meredam dahsyat dan ganasnya fitnah-fitnah di zaman akhir ini.

Lalu amalan unggulan apakah sebenarnya yang menjadikan umat Muhammad menjadi sebaik-baik umat (khairul-ummah)?

Kalau amalan unggulan itu adalah sholat, tentu umat sebelumnya juga mendirikan sholat, bahkan diantara mereka ada yang diperintahkan sholat 50 waktu dalam satu hari satu malam. Jika amalan unggulan itu adalah shiyam (puasa), tentu umat sebelumnya juga melaksanakan shiyam, bahkan Nabi Daud dan umatnya menjalankan puasa sehari dan sehari lagi berbuka, yang kemudian diberi nama puasa Daud.

Jika amalan unggulan itu adalah haji, maka sungguh umat sebelumnya juga diperintahkan untuk berhaji, dan bahkan Ka’bah yang menjadi pusat haji telah didirikan sejak zaman Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam. Bahkan beliau sendirilah yang mendirikannya. Lalu apakah amalan-amalan unggulan tersebut..?

    Dakwah Tauhid

Dakwah tauhid ini adalah tugas utama para rasul, sehingga semua rasul itu mengajak dan memerintahkan umatnya untuk bertauhid dengan memurnikan peribadahan hanya kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala (SWT).

وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ..

“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut…”. (QS. An-Nahl 16 : 36)

وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رَسُولٍ إِلَّا نُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدُونِ

“Dan Kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu(Muhammad) melainkan Kami wahyukan kepadanya: “Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku”. (QS. Al-Anbiya’ 21 : 25)

Dakwah tauhid ini menjadi amalan unggulan umat akhir zaman dikarenakan ia adalah tugas utama para rasul, dan bahkan tidak ada satu rasul pun yang memulai dakwahnya kecuali dengan dakwah tauhid. Dengan dakwah tauhid inilah Allah mengeluarkan manusia dari gelapnya kesyirikan menuju cahaya Islam, dan dari rusaknya kejahiliyahan menuju indahnya iman.

Maka, hari ini tidak ada solusi yang lebih tepat untuk memperbaiki umat dari ganasnya berbagai fitnah akhir zaman kecuali dengan menggencarkan dakwah tauhid ditengah umat. Hal ini karena tauhid adalah kunci keselamatan, tauhid adalah kunci kebahagiaan, tauhid adalah kunci kemenangan, dan bahkan tauhid adalah kunci keislaman dan keimanan.

Maka sungguh dusta besar orang yang mengaku mengajak kepada kebaikan, akan tetapi tidak memulai ajakannya dengan tauhid, lalu menggadaikan aqidah tauhid dengan alasan untuk siyasah, dan bahkan rela menyembunyikan tauhid demi maslahat nafsunya. Wal’-iyadzubillah..

Ketauhilah wahai umat Islam, sebuah dakwah yang tidak didasari dengan tauhid, hanya akan melahirkan bibit-bibit kemunafikan. Maka kita saksikan hari ini, lebih khusus di negeri kita, banyaknya dakwah dan du’atnya seolah-olah tidak ada gunanya, dan yang ada justru semakin merebaknya bencana, mulai dari bencana kesyirikan, kemurtadan, kemaksiatan, kebid’ahan dan kemungkaran.

Maka demi Allah, selamanya dakwah itu tidak akan menjadi furqon (pembeda antara haq dan bathil) kecuali dimulai dan didasari dengan dakwah tauhid. Sebab dengan dakwah tauhid itulah akan nampak kesyirikan, kemurtadan, kemaksiatan dan juga kemunafikan.

Karena sebuah kesyirikan itu tidak bisa nampak hanya dengan amalan sholat, zakat ataupun puasa, karena pada hari inipun banyak orang musyrik yang melakukan sholat. Akan tetapi kesyirikan dan berbagai macam syahwat maupun syubhat akan nampak dengan tauhid, akan nampak dengan pengabdian yang murni hanya kepada Allah serta berlepas diri dari semua peribadahan dan ketundukan kepada selain Allah.

Kemudian diantara keistimewaan dakwah tauhid ini, akan selalu melahirkan permusuhan. Permusuhan dari para Thaghut dan orang-orang munafiq penolak kebenaran. Maka saksikanlah siapa yang mendakwahkan selain tauhid seperti ajakan sholat, zakat, haji dan lain-lain pasti akan diberi kelonggaran. Sedangkan siapa saja yang mendahwahkan tauhid, maka yang muncul adalah permusuhan, pemenjaraan, dan juga pembunuhan. Tapi ingatlah, inilah sunnah nabi kalian, Nabi Muhammad SAW.

}وَإِذْ يَمْكُرُ بِكَ الَّذِينَ كَفَرُوا لِيُثْبِتُوكَ أَوْ يَقْتُلُوكَ أَوْ يُخْرِجُوكَ

وَيَمْكُرُونَ وَيَمْكُرُ اللهُ وَاللهُ خَيْرُ الْمَاكِرِينَ {[سورة الأنفال: 30]

“Ingatlah ketika orang-orang Kafir membuat makar (konspirasi) terhadapmu untuk menangkap, membunuh, atau mengusirmu. Mereka membuat konspirasi dan Allah menggagalkan konspirasi mereka. Allah adalah sebaik-baik pembuat konspirasi”. (QS. Al-Anfal 8 : 30)

Paman ummul Mukminin, Khadijah radhiyallahu ‘anha, yaitu Qaraqah bin Naufal juga pernah menyampaikan kepada Rasulullah:

ما جاء بمثل ما جئت به إلا وقد عودي

“Tidaklah orang berpegang teguh dengan apa yg engkau bawa (tauhid), kecuali pasti akan dimusuhi”. Inilah keutamaan dan juga keunggulan dakwah tauhid bagi umat akhir zaman.

    Amar Ma’ruf Nahi Munkar

Berbicara masalah akhir zaman, maka kita tidak akan lepas dari apa yang digambarkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam, dimana di akhir zaman akan kembali merebak kerusakan, kejahiliyahan, dan merebaknya kesyirikan. Rasulullah bersabda,

” لَا تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى تَلْحَقَ قَبَائِلُ مِنْ أُمَّتِي بِالْمُشْرِكيِنَ ، وَحَتَّى يَعْبُدُوا الْأَوْثَانَ..

“Tidak akan terjadi hari kiamat,sampai golongan ummatku kembali berbaur dengan kaum musyrikin,dan sampai mereka kembali beribadah kepada berhala”. (Hadits Shahih Riwayat Muslim dari Qutaibah)

Selain itu akan terjadi pula merajarelanya kemungkaran dan kemaksiatan,

ليكونن من أمتي أقوام ، يستحلون الحر والحرير ، والخمر والمعازف.

“Sungguh akan terjadi pada ummutku,suatu kaum yang menyebarluaskam(menghalalkan) zina,sutra,khamr dan musik”. (HR. Bukhari)

Selain itu akan terjadi pula bertebarannya para da’i penyeru neraka jahannam,

فَقُلْتُ هَلْ بَعْدَ ذَلِكَ الْخَيْرِ مِنْ شَرِّ قَالَ نَعَمْ دُعَاةٌ عَلَى أَبْوَابِ جَهَنَّمَ مَنْ أَجَابَهُمْ إِلَيْهَا قَذَفُوْهُ فِيْهَا فَقُلْتُ يَا رَسُوْلُ اللهِ صِفْهُمْ لَنَا قَالَ نَعَمْ قَوْمٌ مِنْ جِلْدَتِنَا وَيَتَكَلَمُوْنَ بِأَلْسِنَتِنَا

“Aku bertanya : “Apakah setelah kebaikan ini akan datang kejelekan lagi?” Beliau Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam menjawab : ”Ya, (akan muncul) para dai-dai yang menyeru ke neraka jahannam. Barangsiapa yang menerima seruan mereka, maka merekapun akan menjerumuskan ke dalam neraka”. Aku bertanya : “Ya Rasulullah, sebutkan ciri-ciri mereka kepada kami?”. Beliau Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam menjawab : “Mereka dari kulit-kulit atau golongan kita, dan berbicara dengan bahasa kita”. (HR. Ahmad dari Hudzaifah Ibnul Yaman radhiyallahu ‘anhu)

Beginilah kurang lebih sekelumit gambaran kehidupan akhir zaman dari Rasulullah. Dan kalau kita perhatikan zaman dan lingkungan kita, seakan-akan inilah zaman yang telah beliau Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam gambarkan. Di mana, praktek kesyirikan sudah menjadi kebudayaan, mulai dari syirik undang-undang, syirik kuburan, hingga syirik percintaan, begitu pula kebid’ahan. Dan kemungkaran seolah-olah adalah hal yang harus dilestarikan. Para da’i setan berjenis manusia pun bermunculan yang dianggap sebagai pembawa keselamatan.

Subhanallah,, ketauhilah yaa ikhwah, ini adalah ujian bagi kita sebagai umat yang diamanahkan untuk bertemu dengan ganasnya fitnah akhir zaman. Maka untuk mencegah berbagai bentuk kemungkaran itulah, Allah menurunkan syari’at amar ma’ruf dan nahi munkar ditengah-tengah orang beriman.

وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ

“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung”. (QS. Al-Imran 3 : 104)

Bahkan Allah menyebutkan bahwa suatu umat akan menjadi umat terbaik, ketika umat tersebut mau menegakkan amar ma’ruf dan nahi munkar. Allah berfirman,

كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَلَوْ آَمَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ مِنْهُمُ الْمُؤْمِنُونَ وَأَكْثَرُهُمُ الْفَاسِقُونَ

“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma`ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka; di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik”. (QS. Ali Imran 3 : 110)

Maa shaa Allah, keimanan serta kebaikan adalah dengan mencegah dari kemunkaran. Sedangkan kefasikan serta kerusakan adalah dengan diam dan acuh tak acuh terhadap kemunkaran. Rasulullah bersabda,

من رأى منكم منكرا فليغيره بيده ، فإن لم يستطع فبلسانه ، فإن لم يستطع فبقلبه ، وذلك أضعف الإيمان ) رواه مسلم .

“Barang siapa diantara kalian yang melihat suatu kemungkaran,maka hendaklah ia merubah dengan tangannya,jika ia tidak mampu,maka dengan lisannya,jika ia juga tidak mampu maka dengan hatinya,dan ini adalah selemah lemahnya iman”. (HR. Muslim dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu)

Yaa, bukti lemahnya iman adalah minimal mengingkari kemungkaran dengan hatinya, dengan tidak mendekat atau berada ditempat mungkar tersebut, yang seolah-olah tidak ada iman setelahnya. Dengan amar ma’ruf dan nahi munkar ini pula, Allah menunda turunnya adzab dan murka.

وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَتَأْمُرُنَّ بِالْمَعْرُوْفِ وَلَتَنْهَوُنَّ عَنْ الْمُنْكَرِ أَوْ لَيُوْشِكَنَّ اللَّهُ أَنْ يَبْعَثَ عَلَيْكُمْ عِقَابًا مِنْ عِنْدِهِ ثُمَّ لَتَدْعُنَّهُ فَلاَ يَسْتَجِيْبُ لَكُمْ

“Demi Dzat yang jiwaku ada di tangan-Nya, hendaknya kalian betul-betul melaksanakan amar ma’ruf nahi mungkar atau (jika kalian tidak melaksanakan hal itu), maka sungguh Allah akan mengirim kepada kalian siksa dari-Nya kemudian kalian berdoa kepada-Nya (agar supaya dihindarkan dari siksa tersebut), akan tetapi Allah Azza wa Jalla tidak mengabulkan do’a kalian”. (HR. Ahmad dan Tirmidzi dan dihasankan oleh al-Albani dalam Shahîhul Jâmi’)

Akan tetapi di zaman yang berjubel kemungkaran didalamnya ini, masih saja ada orang yang mengaku beriman justru acuh tak acuh untuk menegakkan amar ma’ruf nahi munkar. Ada juga yang mengaku pengusung syari’at amar ma’ruf nahi munkar, tapi justru malah menjadi pelopor suksesnya berbagai kemungkaran dan kemaksiatan. Ma’adzanallah..

Apakah kita akan tetap acuh tak acuh terhadap kemungkaran, sedangkan Allah mengancam dengan adzab dan laknat..?? Allah berfirman,

لُعِنَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ بَنِي إِسْرَائِيلَ عَلَىٰ لِسَانِ دَاوُودَ وَعِيسَى ابْنِ مَرْيَمَ ۚ ذَٰلِكَ بِمَا عَصَوْا وَكَانُوا يَعْتَدُونَ كَانُوا لَا يَتَنَاهَوْنَ عَنْ مُنْكَرٍ فَعَلُوهُ ۚ لَبِئْسَ مَا كَانُوا يَفْعَلُونَ

“Orang-orang Kafir dari Bani Israil telah dilaknat dengan lisan Dâwud dan Isa putera Maryam. Hal itu disebabkan mereka durhaka dan selalu melampauhi batas. Mereka satu sama lain senantiasa tidak melarang tindakan munkar yang mereka perbuat. Sesungguhnya amat buruklah apa yang selalu mereka perbuat itu”. (QS. Al Maa-idah5 : 78-79)

Dalam ayat pertama Allah Azza wa Jalla menyebutkan jauhnya orang-orang Kafir Bani Israil dari rahmat Allah Azza wa Jalla. Hal itu sebagai bentuk hukuman bagi mereka dikarenakan kedurhakaan dan pelanggaran mereka atas batasan-batasan Allah Azza wa Jalla dan hak-hak orang lain. Karena sesungguhnya setiap amal perbuatan pastilah akan ada ganjarannya.

Kemudian dalam ayat selanjutnya Allah Azza wa Jalla mengabarkan kepada hamba-hamba-Nya yang beriman perihal kemaksiatan yang menyebabkan mereka (orang-orang Kafir itu) tertimpa dengan hukuman tersebut. Yaitu mereka melakukan kemungkaran dan tiadalah seorang pun dari mereka yang mencegah saudaranya dari kemaksiatan yang dilakukan. Maka, para pelaku kemungkaran dan orang yang membiarkannya mendapatkan hukuman yang sama.

Maka demi Allah wahai kaum mukminin, tegakkanlah amar ma’ruf nahi munkar karena ia adalah jalan keselamatan didunia dan akhirat. Dan janganlah sekali-kali ditinggalkannya karena meninggalkannya adalah pintu berbagai keburukan.

    Jihad Fie Sabilillah

Jihad di jalan Allah adalah salah satu ibadah yang sangat dicintai oleh Allah Azza wa Jalla dan pahalanya tidak bisa ditandingi dengan amal ibadah apapun. Karenanya, tidak ada ibadah yang lebih berat dirasakan oleh jiwa ini melebihi ibadah jihad (berperang di jalan Allah). Karena jihad atau qital (perang) adalah puncaknya ibadah di dalam Islam. Rasulullah bersabda,

أَلاَ أُخْبِرُكَ بِرَأْسِ اْلأَمْرِ كُلِّهِ وَعَمُوْدِهِ وَذِرْوَةِ سَنَامِهِ؟ قُلْتُ: بَلَى يَا رَسُوْلَ اللهِ، قَالَ: رَأْسُ اْلأَمْرِ اْلإِسْلاَمُ، وَعَمُوْدُهُ الصَّلاَةُ، وَذِرْوَةُ سَنَامِهِ اْلجِهَادُ..

“Maukah aku beritahukan kepadamu tentang pokok urusan, tiangnya, dan puncaknya?’ Aku menjawab, ‘Tentu, wahai Rasulullah.’ Beliau bersabda, ‘Pokok segala urusan ialah Islam, tiangnya adalah shalat, dan puncaknya ialah jihad..”. (HR. Tirmidzi, hadits hasan shahih)

Karena itu, sungguh aneh orang-orang yang memaknai jihad menurut hawa nafsunya, sehingga menimbulkan prasangka bahwa dirinya telah berjihad, serta meninggalkan makna jihad yang sebenarnya.

Ketauhilah bahwa makna “Jihad Fie Sabilillah” didalam Al-Qur’an maupun sunnah Rasullulah adalah bermakna perang.

Dari Amru bin ‘Anbasah radhiyallaahu ‘anhu berkata, ada seorang laki-laki bertanya, “Hijrah apa yang paling utama?” Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam menjawab, “Jihad.” Dia bertanya lagi, “Apa itu jihad?” beliau menjawab, “Engkau memerangi orang Kafir apabila engkau bertemu dengannya.” Dia bertanya lagi, “Jihad apa yang paling utama?” Beliau menjwab, “Siapa yang mengorbankan seluruh hartanya dan dialirkan darahnya”. (Disebutkan secara ringkas dari hadits shahih yang panjang yang marfu’ kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam. HR. Ahmad dan Ibnu Majah)

Imam al-Shan’ani berkata, Jihad adalah bentuk masdar dari jaahadta jihaadan, yang artinya telah sampai pada puncak bersusah-susah. Ini adalah makna lughawi. Sedangkan menurut syar’i, jihad berarti “Mengerahkan seluruh kemampuan/kesungguhan dalam memerangi orang Kafir atau pemberontak”. (Subulus Salam : IV/41)

Ibnu Rusyd berkata, “Setiap orang yang mencapekkan dirinya dalam beribadah kepada Allah, sungguh telah berjihad di jalan-Nya. Hanya saja, bahwa jihad fie sabilillah apabila disebutkan secara global tidak berlaku kecuali pada memerangi orang-orang Kafir dengan pedang sehingga mereka masuk Islam atau menyerahkan jizyah”. (Lihat ‘Umdah al Fiqh hal. 166 dan Muntaha al-Iradaat: I/302)

Ibnu Najam al-Hanafi berkata, “Jihad adalah menyeru kepada agama al-Haq (Islam) dan berperang terhadap orang yang tidak mau menerima (menyambut seruan) dengan jiwa atau harta”. (Al-Bahru al-Raa’iq: V/76 juga dalam Fathul Qadiir milik Ibnu Hammam: V/187)

Imam al-Syairazi  berkata, “Jihad adalah qital (perang)”. (Al-Muhadzab: II/227)

Ibnu ‘Arafah al-Maliki berkata, “Jihad adalah perangnya orang Islam terhadap orang Kafir yang tidak memiliki ikatan perjanjian, untuk meninggikan kalimat Allah atau bertemu dengannya (di medan perang) atau dia memasuki negerinya (orang Muslim)”. (Haasyiyah Al-Banani ‘ala Syarah khalil II/106).

Maka tidak diragukan lagi bahwa memerangi musuh-musuh Allah dari kalangan Kafirin, musyrikin, murtadin dan munafiqin adalah ibadah yang paling mulia serta puncaknya amalan di dalam Islam. Karena memang tidak ada ibadah yang lebih berat dalam Islam melebihi qital (perang). Dan tidak ada ibadah yang paling besar rasa takutnya melebihi qital. Dan tidak ada pula ibadah yang paling dibenci oleh nafsu dari pada perang. Oleh sebab itu, jihad disebut sebagai puncak kesungguhan dan kepayahan didalam Islam.

Akan tetapi ketauhilah, bentuk kasih sayang Allah kepada hambanya orang-orang beriman bahwa ibadah jihad ini wajib ditegakkan oleh setiap individu orang beriman yang memilki kemampuan.

كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِتَالُ وَهُوَ كُرْهٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ (216) }

“Diwajibkan atas kalian berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kalian benci. Boleh jadi kalian membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagi kalian; dan boleh jadi (pula) kalian menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagi kalian. Allah mengetahui, sedangkan kalian tidak mengetahui”. (QS. Al-Baqarah 2 : 216)

Allah mewajibkan jihad kepada kaum Muslimin demi mempertahankan agama Islam dari kejahatan musuh-musuhnya. Az-Zuhri mengatakan bahwa jihad itu wajib atas setiap orang, baik ia ahli dalam berperang ataupun tidak. Bagi orang yang tidak biasa berperang, apabila diminta bantuannya untuk keperluan jihad, maka ia harus membantu. Dan apabila dimintai pertolongannya, maka ia harus menolong. Apabila diminta untuk berangkat berjihad, maka ia harus berangkat;.

Dan tidaklah seseorang enggan berjihad atau tidak memiliki kerinduan untuk berjihad melainkan pasti didalam dirinya ada kejahiliyahan. Rasulullah bersabda,

“مَنْ مَاتَ وَلَمْ يَغْزُ، وَلَمْ يُحَدِّثْ نَفْسَهُ بِغَزْوٍ مَاتَ مِيتَةً جَاهِلِيَّةً”

“Barang siapa yang meninggal dunia, sedangkan dia belum pernah berperang (berjihad) dan tiada pula keinginan dalam hatinya untuk berperang, maka ia mati dalam keadaan mati jahiliyah”. (HR. Muslim)

Maka jelaslah, dilecehkannya syari’at Allah dan dihinakannya sunnah-sunnah Rasulullah dan dibantainya kaum Muslimin oleh musuh-musuh Allah tidak akan mampu dihentikan kecuali dengan Jihad Fie sabilillah. Dan munculnya berbagai bencana tadi dikarenakan meninggalkan jihad. Sungguh tidak ada kehinanaan lebih besar yang akan menimpa orang-orang beriman melebihi kehinanaan meninggalkan jihad. Rasulullah bersabda,

إِذَا تَبَايَعْتُمْ بِالْعِيْنَةِ وَأَخَذْتُمْ أَذْنَابَ الْبَقَرِ وَرَضِيْتُمْ بِالزَّرْعِ وَتَرَكْتُـمُ الْجِهَادَ سَلَّطَ اللهُ عَلَيْكُمْ ذُلاًّ لاَيَنْزِعُهُ شَيْئٌ حَتَّى تَرْجِعُواْ إِلَى دِيْنِكُمْ.

“Apabila kalian melakukan jual beli dengan cara ‘inah, berpegang pada ekor sapi, kalian ridha dengan hasil tanaman dan kalian meninggalkan jihad, maka Allah akan membuat kalian dikuasai oleh kehinaan yang tidak ada sesuatu pun yang mampu mencabut kehinaan tersebut (dari kalian) sampai kalian kembali kepada agama kalian”. (HR. Abu Dawud dari ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma)

Kettahuilah wahai umat Islam, kehinanaan itu tidak akan Allah cabut sampai kaum Muslimin kembali lagi mengangkat panji jihad.

Sayyid Quthb rahimahullah berkata: “Suatu umat yang meninggalkan jihad, ibarat air menggenang yang tidak mengalir, dimana berbagai macam kuman dan penyakit bersarang didalamnya”.

Sungguh inilah gambaran suatu kaum yang duduk duduk dari jihad yang pasti berbagai virus kemungkaran bersarang ditengah-tengah mereka. Demikian tadi amalan-amalan unggulan yang hendaknya kita tegakkan sebagai penepis dahsyatnya fitnah akhir zaman. Wallahu A’lam..

Oleh: Ustadz Qutaibah
Read more